Rabu, 22 Februari 2012

Lebaranan di Bangka yuuukkk.... - Part II


Jam empat pagi keesokkan harinya kami terbangun dan sudah tidak sabar ingin segera turun karena merasa mual akibat ayunan kapal yang kencang. Sepertinya ombak laut mengganas atau karena kapalnya yang lebih kecil dari kapal yang biasa kunaiki sehingga aku dihinggapi mabuk laut. Untunglah kapal akan segera merapat. Kubangunkan Shierly dan kami bersiap-siap, setelah cuci muka kamipun segera turun ke dek bawah tempat motor-motor kami berada.

Tak lama kapal merapat ke pelabuhan Tanjung Kalian, Mentok. Satu persatu mobil dan motor yang ikut kapal pun pergi, kamipun turun dari kapal. Waktu menunjukkan pukul empat lewat tiga puluh menit.  Lama perjalanan kami adalah 7 jam 30 menit. Lega sekali saat kaki sudah menapak di tanah yang keras. Angin bertiup lumayan kencang tapi bagiku udara belum terasa dingin tapi segar sekali, atau itu mungkin perasaan yang menghinggapi saat akan memulai perjalanan ya.

Iringan 4 motor melaju di pagi hari yang masih gelap itu, jalanan masih sepi. Hanya sesekali kami didahului oleh mobil atau motor lain yang juga baru turun dari feri yang kami naiki barusan. Rumah-rumah bagus dengan halaman yang luas berjajar di sepanjang jalan yang kami lewati. Kami mengikuti motor ayah Weny dari belakang sebagai penunjuk jalan karena beliau sudah sering bolak balik ke Bangka.

Kira-kira 1 jam kemudian kami sampai di tempat bernama Ibul, sering disebut Simpang Ibul, karena itu adalah persimpangan jalan menuju Jebus dan Sungai Liat atau Pangkal Pinang. Ayah Weny akan menuju ke arah Jebus sedangkan kami ke arah Sungai Liat. Setelah diberi beberapa petunjuk dan nasihat kamipun memisahkan diri.

Jalanan sangat mulus, dari Mentok sampai ke Sungai Liat kalau ditotal jalan yang rusak tidak sampai 1 km. Sepertinya sebelumnya sudah ada perbaikan jalan, karena jalan tersebut masih baru dan di beberapa tempat masih terdapat tanda “hati-hati sedang ada perbaikan jalan” Setiap desa disela oleh hutan lebat, keramaian terlihat di mesjid di setiap desa yang kami lewati. Motor melaju tanpa hambatan apapun. Petunjuk jalan juga sangat jelas.

Satu yang harus diingat adalah SPBU di Bangka sepertinya tutup pada malam hari dan baru akan dibuka pagi harinya karena saat kami melewati beberapa SPBU, terdapat mobil dan motor yang menunggu SPBU tersebut buka. Jadi kendaraan harus di isi penuh dulu bbm-nya. Karena antara satu SPBU dengan SPBu yang lain jaraknya agak berjauhan. Lagian nggak maukan kehabisan bbm di tengah hutan.

Selain itu, pengisian bbm untuk motor dilakukan sekaligus dalam dua jalur. Bukan satu jalur seperti umumnya di Jakarta atau Palembang. Saat pertama kali kami mengisi bensin kami kira harus rebutan, udah panik aja sih, tetapi setelah diamati ternyata pakai dua jalur, walaupun ada juga yang main selonong. Sebenarnya di setiap desa ada terdapat penduduk yang menjual bbm premium di pinggir jalan, hanya saja harganya lebih mahal, yaitu Rp.6.000,- s/d Rp.6.500,- per liternya. Untuk takaran liternya juga tidak tahu tepat atau tidak serta apakah itu murni atau sudah dicampur.

Pukul tujuh kami memasuki daerah Kelapa. Di tempat ini terdapat banyak rumah makan, tapi karena sudah mendekati lebaran maka yang buka hari itu hanya ada satu. Biasanya kalau kita naik bis atau travel dari Mentok menuju Sungai Liat atau Pangkal Pinang maka bis atau travel itu akan berhenti di daerah Kelapa ini untuk beristirahat sebentar. Kami pun memutuskan untuk berhenti sarapan, karena Shierly sudah mengeluh lapar.

Aku lupa nama lengkap rumah makan itu tapi ada kata ‘rindu’. Aku memesan 2 gelas susu putih, dan mengambil sepiring nasi ditambah 2 telor ceplok untuk aku dan Shierly. Hidangannya sendiri prasmanan, jadi bebas mengambil sendiri. Terdapat kurang lebih 10 macam hidangan antara lain, telor ceplok, rendang, ayam goreng, cumi goreng, dan sayur-sayuran. Tadinya kepengen makan cumi goreng yang kelihatannya yummy itu, tapi setelah ditanya ternyata 1 cumi goreng itu harganya dua puluh ribu rupiah, jadi urung deh, walaupun agak nyesel juga sih sesudahnya karena tidak kesampean makan cumi goreng itu di tempat lain.

Selesai makan dan ke toilet kami siap-siap berangkat. Harga dari pesananku itu totalnya Rp.25.000,- untuk sepiring nasi dan 2 telor ceplok tanpa tambahan apapun dihargai Rp.15.000,- Mungkin memang benar kata orang kalau makanan di Bangka itu mahal karena sulit untuk mendapatkan bahan makanannya.

Kali ini udara mulai terasa dingin, waktu sudah menunjukkan pukul tujuh tapi sepertinya matahari masih enggan bersinar terang, jadi kebayangkan dinginnya berkendara naik motor dengan kecepatan 70-80 km/jam pagi itu. Satu jam kemudian baru matahari bersinar terang dan langsung terasa menyengat. Kami memasuki kota Sungai Liat pada pukul 08.30 pagi dan segera mencari SPBU terdekat untuk mengisi bbm.

Aku menelepon keponakanku minta dijemput karena aku tidak tahu jalan menuju kerumahnya. Kami janjian ketemu di bank BCA.Sungai Liat termasuk kota yang cukup maju karena sudah terdapat banyak bank disitu antara lain Sumselbabel, BCA, Panin dan bank Mega.  Setelah menunggu 10 menitan, sepupuku, Fang-fang, datang. Kamipun beriringan mengikuti dia menuju rumahnya.

Jam sembilan pagi kami sampai di rumahnya. Bokong terasa pegal tapi perjalanan kami menyenangkan. Kami ditunjukkan dua kamar tempat kami tidur. Di Sungai Liat terdapat banyak penginapan mulai dari kelas melati sampai denganresort hotel, jadi kalau tidak punya saudara tidak usah takut atau bingung dengan tempat menginap, ada banyak kok. Selain itu jaraknya juga dekat kemana-mana jadi menginap dimanapun tidak masalah.

Setelah mandi dan beres-beres kami diajak Fang-fang menikmati untuk mencicipi mi Bangka. Mirip dengan mi pangsit tapi tidak pakai pangsit, dan kuahnya langsung dicampur dengan mi tersebut atau malah tidak pakai kuah sama sekali. Harga per porsinya Rp.12.000,-
 
Selesai makan kami langsung berangkat untuk menyusuri pantai. Sebenarnya kalau hanya sekedar melihat-lihat dan foto-foto sebentar maka cukup banyak pantai di Sungai Liat yang dapat kita lihat dalam waktu satu hari. Tapi karena kami tidak terlalu diburu waktu maka hari ini kami memutuskan untuk mengunjungi pantai Batu Bedaun dan Pantai Matras saja. Pantai Parai yang terdapat di Parai resort pun termasuk dalam satu arah dengan pantai yang akan kami kunjungi ini, tapi karena perlu tiket masuk untuk ke pantainya maka kali ini kami melewatkannya.
 
Pantai Batu Bedaun merupakan pantai yang sepi dan masih alami. Pasirnya sangat halus tapi agak dikotori oleh rumput laut mati. Tidak terdapat banyak pepohonan di dekat pantai. Jauh di tengah laut terlihat beberapa kapal besar, yang menurut Fang-fang merupakan kapal timah atau kapal pencari timah karena memang Bangka kaya akan timah. Kami segera beraksi untuk mengabadikan momen kami di pantai tersebut, tapi belum berani masuk ke air sebab masih ada pantai lain yang akan kami datangi. Banyak rumput laut mati yang berserakan di pantai. Selain itu ombaknya gede...
 
Sudah kepingin main pasir ni.... :)
Selesai berfoto ria, kami langsung menuju pantai Matras. Dari pantai Batu Bedaun menuju pantai Matras, kami melewati Pantai Parai. Tapi pantainya tidak terlihat karena tertutup dengan bangunan hotel Parai. Tidak berapa lama kami tiba di pantai Matras. Pantai ini sepertinya sering dikunjungi, karena sudah terdapat trotoar, tempat ganti baju dan tempat duduk-duduk.

Walaupun bukan akhir pekan tapi banyak juga pengunjung yang datang terutama warga lokal. Pantai Matras juga bersih, pasirnya lembut, masih terdapat banyak kepiting kecil di sepanjang pantai (aku kurang tahu sebutannya apa), bisa dibilang pantai ini masih alami. Tidak ditemui rumput laut mati yang terbawa ombak di pasir pantai seperti pantai Batu Bedaun. Ombak lumayan besar tapi masih aman untuk anak-anak bermain.

Terdapat banyak batu-batu besar di sudut pantai yang sepertinya berbatasan dengan pantai Parai di sebelahnya. Ada juga sebuah ceruk tidak jauh dari pantai yang sepertinya digunakan untuk membilas oleh pengunjung yang datang, tapi menurut Weny yang mencicipi airnya, katanya air asin juga :P. Menurutku, pantai Matras adalah pantai paling bagus dari semua pantai yang kami kunjungi dalam perjalanan kali ini. Aku tidak sempat melihat kondisi toiletnya, jadi tidak dapat memberitahu apakah ada, bersih atau tidak dan lain-lain. Tapi untuk berganti pakaian ada terdapat bangunan-bangunan di dekatku walaupun tidak memiliki atap. Pintu? Tidak tahu karena aku tidak kesana :P. Selain foto-foto terdapat banyak kegiatan menyenangkan lainnya.

Di tepi pantai masih terdapat banyak pohon sehingga bisa dipakai untuk berteduh. Akupun melakukannya bersama keponakanku yang sudah lama tidak kutemui, kami asyik bercerita sementara anak-anak kami asyik bermain di pantai.
 
Pasir yang benar-benar halus dan putih. Lebih halus daripada pasir di pantai Ancol, Lippo Carita – Anyer ataupun di Krakatoa Resort di Kalianda Lampung. Shierly pun menyatakan kekagumannya akan kehalusan pasir di pantai ini.

 
Begitu halusnya pasir di pantai ini sehingga susah membuat jejak langkah di pantai yang sudah terkena air. Banyak terdapat bebatuan besar di ujung pantai Matras. Bersenang-senang dengan pasirnya yang lembut, putih dan halus. Atau bermain air laut dengan ombaknya yang saling kejar mengejar. Aman buat anak-anak. Shierly, Lauren dan Fandy sangat menikmati bermain di pantai ini.

Puas bermain, kami menikmati cemilan yang kami beli tadi siang. Niat untuk berganti pakaian kami urungkan karena jarak dari pantai Matras ke rumah Fang-fang hanya setengah jam perjalanan santai. Sore itu kami pulang dengan hati puas dan senang. Setibanya dirumah selesai mandi kami makan lalu mengobrol sebentar dengan suami Fang-fang, Achin. Sesekali teman Achin dan Fang-fang mampir untuk mengobrol sebentar. Pukul sepuluh malam kami masuk ke kamar tidur untuk melepas lelah dengan janji besok jam enam pagi akan segera berangkat lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar